Jumat, 26 Februari 2010

KEWARGANEGARAAN

PASAL 28 A
“ HAK UNTUK HIDUP”
Negara kita sangat sangat menghormati dan melindungi hak untuk hidup bagi setiap warga negaranya. Karena hak untuk hidup sudah melekat pada diri kita semenjak kita dilahirkan ke dunia ini. Pecabutan hak ini tidak diperkenankan dalam kondisi apapun karena hak hidup adalah hak dasar. Apabila kita mencabut hak untuk hidup maka kita sama saja dengan membunuh orang yang telah kita ambil hak hidupnya. Dalam rangka untuk melindungi dan menghormati hak hidup warga Negara Indonesia maka hal – hal mengenai hak untuk hidup diatu dalam Pasal 6 Kovenan Internasional tentang hak- hak Sipil dan Politik yang telah diratifikasi RI. Hak ini juga dilindungi dalam Pasal 28A UUD 1945 serta Pasal 4 UU No 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM).


PASAL 28 B AYAT 2
“ HAK ATAS KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERLINDUNGAN DARI KEKERASAN DAN DISKRIMINASI BAGI ANAK ”

Akhir – akhir ini kasus kekerasan terhadap anak meningkat sangat tajam. Bukan hanya kekerasan yang didapat oleh anak – anak Indonesia, pendidikan yang layak, gizi yang yang tidank mencukupi, bahkan anank – anak negara kita saat ini manjadi komoditi dalam perdagangan. Sungguh ironis melihat kondisi generasi bangsa kita, dan beberapa fakta yang cukup memprihatinkan. Bahwa diperkirakan sekitar 60% anak balita Indonesia tidak memiliki akte kelahiran. Lebih dari 3 juta anak terlibat dalam pekerjaan yang berbahaya. Bahkan, sekitar sepertiga pekerja seks komersil berumur kurang dari 18 tahun. Sementara 40.000-70.000 anak lainnya telah menjadi korban eksploitasi seksual. Ditambah lagi sekitar 100.000 wanita dan anak-anak diperdagangkan setiap tahunnya. Belum lagi 5.000 anak yang ditahan atau dipenjara dimana 84 persen di antaranya ditempatkan di penjara dewasa. Dalam hal ini guna pemerintah dapat menangani kasus – kasus di atas maka pemerintah membentuk lembaga perlindungan anak disetiap daerah kabupaten dan kota sesuai dengan UU pasal 28 B ayat 2 dan UU yang lain mengenai perlindungan anak.
Sayangnya, hingga saat ini langkah nyata pemerintah untuk menangani kasus tersebut masih belum terlihat. Bahkan UU perlindungan anak pun belum mampu memberikan efek jera terhadap pelaku kekerasan terhadap anak. Kita sangat berharap semua instasi dapat menangani kasus tersebut secepatnya guna melindungi generasi mendatang.

PASAL 28 D AYAT 1
“HAK MEMPEROLEH KEADILAN HUKUM”

Belum lama ini kita sering mendengar kasus – kasus hukum yang lebih menjerat kepada kaum tidak mampu. Salah satu kasus yang membuat miris adalah kasus Nenek Pencuri Tiga Biji Kakao Divonis Satu Bulan Setengah. Kasus ini adalah salah satu contoh bahwa hukum Indonesia seperti “pisau” keatas tumpul kebawah tajam. Dalam kasus ini nek Minah mencuri karena terdorong kemiskinan. Kasus Minah snangat menarik perhatian masyarakat, karena menyentuh inti kemanusiaan, melukai keadilan rakyat. Seharusnya perkara ini tidak perlu dimeja hijaukan cukup dilakukan dengan musyawarah. Lagi pula tiga biji benih kakao untuk ditanam kembali tidak sampai merugikan PT RSA. Disini kita belajar bahwa dalam Negara kita untuk memperoleh keadilan hukum sangat sulit, padahal hak memperoleh keadilan hukum sudah diatur dalam UUD 1945 pasal 28D ayat 1. Sehingga sangat diperlukan konstruksi ulang dalam peradilan dinegara kita ini.

PASAL 28 D AYAT 4
“ HAK ATAS STATUS KEWARGANEGARAAN”
Salah satu persyaratan diterimanya status sebuah negara adalah adanya unsur warganegara yang diatur menurut ketentuan hukum tertentu, sehingga warga negara yang bersangkutan dapat dibedakan dari warga dari negara lain .Oleh karena itulah diadakan pengaturan bahwa status kewarganegaraan itu ditentukan atas dasar kelahiran atau melalui proses naturalisasi atau pewarganegaraan. Dengan cara pertama, status kewarganegaraan seseorang ditentukan karena kelahirannya. Siapa saja yang lahir dalam wilayah hukum suatu negara, terutama yang menganut prinsip ‘ius soli’ sebagaimana dikemukakan di atas, maka yang bersangkutan secara langsung mendapatkan status kewarganegaraan, kecuali apabila yang bersangkutan ternyata menolak atau mengajukan permohonan sebaliknya. Cara kedua untuk memperoleh status kewarganegaraan itu ditentukan melalui proses pewarganegaraan (naturalisasi). Melalui proses pewarganegaraan itu, seseorang dapat mengajukan permohonan kepada instansi yang berwenang, dan kemudian pejabat yang bersangkutan dapat mengabulkan permohonan tersebut dan selanjutnya menetapkan status yang bersangkutan menjadi warganegara yang sah. Dalam mengatur status kewarganegaraan, pemerintah menuangkannya pada UUD 1945 pasal 28 D ayat 4 untuk mengatur hal – hal mengenai status kewarganegaraan.



PASAL 28 E AYAT 3
“HAK ATAS KEBEBASAN BERSERIKAT, BERKUMPUL, DAN MENGELUARKAN PENDAPAT”
Dewasa ini, banyak sekali orang salah mengansumsikan kebebasan kita berpendapat sehingga menimbulkan perselisihan. Hal ini dapat dilihat bahwa akhir – akhir ini masyarakat umum tidak lagi memandang norma – norma dalam berpendapat sehingga timbul perselisihan yang diakibatkan orang dengan seenaknya melontarkan pendapat mereka. Dan tak lama ini yang sedang tersorot adalah kasus Prita yang dalam kasus ini kebebasan mengeluarkan pendapat dipertanyakan.
Dalam kasus Prita yang membeberkan keluh kesahnya dimedia elektronik malah dijebloskan kedalam penjara. Dalam kasus ini kita tidak dapat menyalahkan begitu saja karena dalam hal ini Prita hanya menuliskan kekecewaan dia terhadap layanan salah satu rumah sakit. Fenomena seperti yang menimpa Prita (eksistensi kebebasan mengeluarkan pendapat) patut dipertanyakan. Ternyata, kebebasan mengeluarkan pendapat masih menghadapi banyak ancaman. Dan dalam hal ini kekuatan UUD 1945 pasal 28 E ayat 3 harus dapat meredam perselisihan yang terjadi akibat perbedaan asumsi dalam kebebasan mengeluarkan pendapat.